Nilai-nilai Gotong Royong Dalam Kehidupan Masyarakat Yang Mulai Tergerus

Nilai- nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat yang mulai tergerus

Pendahuluan
    
        Gotong royong adalah bagian dari nilai luhur yang telah menjadi identitas masyarakat Indonesia sejak lama. Dari Sabang sampai Merauke, semangat gotong royong telah mengakar dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kegiatan sehari-hari, pembangunan infrastruktur desa, hingga penyelesaian masalah sosial. Namun, seiring berkembangnya zaman, nilai gotong royong ini tampak mulai terguras, terutama di lingkungan perkotaan dan dalam kehidupan masyarakat modern.

Bisa kita lihat di sekitar kita sendiri bahwa nilai gotong royong sudah sangat terguras. di daerah saya sendiri bisa saya lihat bahwa nilai gotong royong di zaman dahulu dengan sekarang sudah jauh berbeda. Yang dahulu nilai gotong royong sangat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat contoh seperti masa panen padi masyarakat sangat antusias dalam gotong royong.dilihat dari sisi lain juga dari tradisi pernikahan yang dahulu pekerjaan dikerjakan oleh masyarakat setempat di zaman sekarang sudah banyak masyarakat yang ketika mengadakan pesta atau hajatan lebih memilih menyewa untuk tukang masak tukang hias dan lainnya. Bisa kita bayangkan dari cerita di daerah saya itu bahwa nilai gotong royong sudah sangat terguras. Dan itu juga tidak jauh berbeda di daerah lainnya.

    Selain itu penyebab tergurasnya nilai gotong royong bisa diakibatkan oleh Perubahan sosial dan gaya hidup yang semakin individualistis menjadi salah satu faktor utama yang menggerus nilai gotong royong. Arus urbanisasi dan globalisasi mengubah pola hidup masyarakat yang sebelumnya komunal menjadi lebih berpusat pada individu. Dalam kehidupan kota, interaksi sosial sering kali terbatas pada lingkaran kecil, seperti keluarga inti atau pertemanan dekat, yang berbeda jauh dengan kehidupan desa yang lebih terbuka dan saling bergantung satu sama lain. Kehadiran teknologi dan internet juga berperan dalam pergeseran ini, di mana masyarakat lebih mudah memenuhi kebutuhan sendiri, sering kali tanpa melibatkan orang lain.

    Di sisi lain, tekanan ekonomi turut mempengaruhi prioritas dan cara pandang masyarakat terhadap gotong royong. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat menuntut masyarakat untuk lebih fokus pada pekerjaan dan pencapaian pribadi, sering kali mengorbankan waktu untuk berkontribusi pada kegiatan bersama. Akibatnya, nilai-nilai kebersamaan dan kerja sama yang dulu dianggap sebagai kewajiban sosial mulai memudar.

    Dalam artikel ini, kita akan mengupas lebih dalam mengapa nilai gotong royong semakin tergeser di era modern, dampaknya terhadap kehidupan sosial, serta langkah-langkah apa yang bisa diambil untuk menjaga nilai ini agar tetap hidup dan relevan. Gotong royong adalah warisan budaya yang bernilai tinggi; memahami dan melestarikannya adalah langkah penting dalam menjaga jati diri bangsa di tengah perubahan zaman.

pembahasan
    1. makna dan sejarah gotong royong di Indonesia
          
    Gotong royong merupakan nilai sosial yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Secara sederhana, gotong royong dapat diartikan sebagai semangat saling membantu dan bekerja sama demi mencapai tujuan bersama, tanpa pamrih atau mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan kelompok. Dalam praktiknya, gotong royong mencerminkan solidaritas dan kesadaran kolektif yang tinggi, di mana setiap anggota masyarakat berperan aktif untuk memberikan dukungan satu sama lain. Nilai ini berfungsi tidak hanya sebagai cara untuk menyelesaikan pekerjaan atau masalah, tetapi juga sebagai perekat sosial yang menjaga harmoni dan kebersamaan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia.

    Sejarah gotong royong sebagai bagian dari identitas dan budaya Nusantara sudah berlangsung sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia, seperti Majapahit dan Sriwijaya. Nilai gotong royong tercermin dalam berbagai aktivitas masyarakat, di mana para leluhur kita senantiasa mengutamakan kebersamaan dan kesetaraan dalam menyelesaikan pekerjaan berat, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun saat menjalankan tugas untuk kepentingan bersama. Misalnya, pembangunan candi, irigasi sawah, hingga benteng pertahanan sering kali dilakukan secara gotong royong, tanpa pembedaan kelas atau status sosial. Gotong royong, dalam konteks tersebut, bukan hanya sebatas kebiasaan, tetapi menjadi bagian integral dari budaya dan identitas bangsa yang diwariskan dari generasi ke generasi.

    Beragam bentuk gotong royong tradisional masih bisa kita temukan di berbagai daerah di Indonesia hingga saat ini, meskipun mulai berkurang di beberapa tempat. Misalnya, dalam pembangunan desa, masyarakat di pedesaan sering berkumpul untuk membangun fasilitas umum, seperti jalan atau jembatan, yang bermanfaat untuk kepentingan bersama. Begitu juga dalam kegiatan panen, khususnya pada ladang padi atau palawija, di mana para petani bekerja sama untuk membantu satu sama lain memanen hasil kebun, sehingga pekerjaan yang berat bisa terselesaikan lebih cepat. Dalam acara adat atau upacara pernikahan, masyarakat pun turut membantu persiapan tanpa pamrih, seperti memasak, mengatur dekorasi, dan menyiapkan kebutuhan lainnya. Praktik-praktik gotong royong ini menunjukkan betapa tingginya nilai kebersamaan di dalam budaya Indonesia, di mana persatuan dan saling peduli menjadi fondasi yang mendukung kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa.

2. penyebab mulainya pergerusan nilai gotong royong
        
    Pergerusan nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan modernisasi, perubahan gaya hidup, tekanan ekonomi, dan pengaruh globalisasi. Nilai-nilai kebersamaan dan kerja sama yang dulunya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat kini mulai tergeser, terutama di tengah perubahan sosial dan budaya yang semakin kompleks.

    Pertama, modernisasi dan perubahan gaya hidup yang semakin individualistis berperan besar dalam melemahkan nilai gotong royong. Urbanisasi yang pesat telah menggeser pola hidup masyarakat yang tadinya komunal menjadi lebih individual. Di kota-kota besar, interaksi sosial sering kali terbatas pada lingkungan kerja atau keluarga inti, berbeda dengan desa yang masih sangat mengandalkan kebersamaan. Urbanisasi menciptakan jarak emosional antara individu, sehingga kepedulian terhadap tetangga atau komunitas sering kali memudar. Selain itu, perkembangan teknologi turut mempercepat proses ini. Kemudahan teknologi memungkinkan seseorang untuk mengatasi banyak kebutuhan tanpa bantuan orang lain, seperti melalui belanja online atau layanan aplikasi. Ketergantungan pada komunitas pun semakin berkurang, seiring dengan meningkatnya akses terhadap layanan individu yang serba cepat dan praktis.

    Tekanan ekonomi dan fokus pada kemandirian finansial juga memberikan kontribusi signifikan terhadap melemahnya gotong royong. Kenaikan biaya hidup di perkotaan mendorong masyarakat untuk lebih fokus pada pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pribadi. Waktu menjadi sangat terbatas, dan banyak orang harus bekerja keras demi menjaga kestabilan finansial keluarga mereka. Akibatnya, kegiatan kolektif dan gotong royong sering terabaikan, karena masyarakat lebih memprioritaskan pekerjaan yang memberikan manfaat langsung bagi keluarga inti. Kesibukan sehari-hari menimbulkan kurangnya perhatian terhadap kegiatan sosial, sehingga nilai gotong royong pun semakin memudar.

    Di samping itu, pengaruh globalisasi dan masuknya budaya asing juga menyebabkan pergeseran nilai dalam masyarakat. Paparan terhadap budaya luar yang cenderung mengutamakan individualisme dan kemandirian pribadi perlahan-lahan menggantikan nilai gotong royong di beberapa kalangan. Paham individualisme yang sering kali muncul dalam budaya populer atau media sosial menekankan kebebasan dan pencapaian individu, yang sering kali bertolak belakang dengan semangat gotong royong. Akibatnya, masyarakat, terutama generasi muda, cenderung kurang peduli terhadap kegiatan kolektif yang tidak memberikan manfaat langsung. Seiring waktu, budaya luar ini mulai menanamkan pola pikir yang lebih mementingkan pencapaian individu ketimbang kepentingan bersama, mengikis nilai kebersamaan yang dulu sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

3. Dampak terkikisnya nilai gotong royong bagi kehidupan sosial
  

    Terkikisnya nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia berdampak signifikan pada kehidupan sosial, memengaruhi berbagai aspek yang mendasar. Salah satu dampak yang paling terlihat adalah menurunnya rasa kebersamaan dan solidaritas di antara anggota masyarakat. Ketika individu lebih fokus pada kepentingan pribadi, hubungan antar tetangga dan anggota komunitas cenderung melemah. Hal ini menciptakan jarak emosional dan mengurangi rasa saling peduli, sehingga masyarakat menjadi lebih terasing meskipun mereka tinggal berdampingan.

    Selain itu, berkurangnya semangat gotong royong juga berkontribusi pada meningkatnya angka konflik sosial. Ketika komunikasi dan kolaborasi antar anggota masyarakat menurun, munculnya perbedaan pendapat atau konflik kepentingan menjadi lebih sulit untuk diselesaikan. Tanpa adanya kebersamaan untuk mendiskusikan dan mencari solusi, masalah kecil bisa dengan cepat berkembang menjadi konflik yang lebih besar. Partisipasi dalam kegiatan sosial, seperti kerja bakti, perayaan, atau acara komunitas, juga menurun, karena masyarakat lebih memilih untuk fokus pada urusan pribadi dan pekerjaan individu.

    Dampak lainnya terlihat pada lingkungan, di mana berkurangnya tenaga dalam kerja bakti atau kegiatan lingkungan berpengaruh negatif pada kondisi sekitar. Misalnya, kegiatan membersihkan lingkungan atau menanam pohon yang dulunya dilakukan secara bersama-sama kini semakin jarang dilakukan. Dengan semakin sedikitnya individu yang bersedia terlibat dalam kegiatan kolektif, lingkungan pun menjadi kurang terawat, dan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan menjadi menurun. 

    Secara keseluruhan, hilangnya nilai gotong royong mengakibatkan fragmentasi dalam masyarakat, menurunkan ikatan sosial, dan menciptakan tantangan baru yang memerlukan perhatian lebih untuk dapat diatasi bersama.

4. Langkah-langkah menghidupkan kembali nilai gotong royong
  
    Untuk menghidupkan kembali nilai gotong royong yang mulai memudar, langkah-langkah strategis perlu diambil di berbagai lapisan masyarakat. Salah satunya adalah melalui pendidikan karakter di sekolah. Sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai sosial kepada generasi muda. Melalui kurikulum yang terintegrasi dengan pendidikan karakter, siswa dapat diajarkan tentang pentingnya gotong royong, kerja sama, dan kepedulian terhadap lingkungan. Kegiatan sosial, seperti kerja bakti, kunjungan ke panti asuhan, atau kegiatan komunitas, bisa dijadikan sarana untuk praktik langsung. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar secara teoritis, tetapi juga merasakan manfaat dari bekerja sama dalam tim.

    Selain itu, revitalisasi kegiatan sosial di lingkungan juga sangat penting. Menghidupkan kembali tradisi gotong royong di tingkat RT/RW atau desa dapat dilakukan dengan menjadikan kegiatan ini sebagai rutinitas. Misalnya, mengadakan kerja bakti setiap bulan untuk membersihkan lingkungan, memperbaiki fasilitas umum, atau mengadakan acara kebudayaan yang melibatkan seluruh masyarakat. Dengan melibatkan semua elemen masyarakat, rasa kebersamaan dan solidaritas dapat terbangun kembali. Membentuk komunitas lokal yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan juga akan memperkuat jaringan sosial dan memfasilitasi komunikasi antaranggota.

    Di era digital saat ini, peran media sangat besar dalam mempromosikan nilai-nilai positif. Media sosial bisa dimanfaatkan untuk mengangkat kegiatan gotong royong dan menginspirasi masyarakat. Dengan berbagi cerita tentang keberhasilan kegiatan gotong royong, foto-foto dokumentasi, atau video pendek yang menunjukkan dampak positif dari kegiatan tersebut, masyarakat lain akan termotivasi untuk ikut berpartisipasi. Kampanye online yang menarik juga dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya gotong royong dalam kehidupan sehari-hari.

    Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara konsisten, diharapkan nilai gotong royong dapat hidup kembali dan menjadi fondasi yang kuat dalam membangun masyarakat yang harmonis dan peduli satu sama lain.

Kesimpulan
    

    Menjaga nilai gotong royong adalah upaya penting dalam mempertahankan identitas bangsa Indonesia. Gotong royong bukan hanya sekadar tradisi, tetapi merupakan jantung dari budaya yang mencerminkan solidaritas, kebersamaan, dan rasa saling peduli. Dalam menghadapi berbagai tantangan di era modern, nilai ini perlu dilestarikan agar tidak hilang di tengah arus perubahan yang cepat. 

    Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan semangat gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat memulainya dengan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan sekitar, mengajak teman dan keluarga untuk turut serta dalam aktivitas bersama, serta mendukung inisiatif komunitas yang mengedepankan kerja sama. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan saling mendukung.

    Jika nilai gotong royong terus dipertahankan, masa depan masyarakat Indonesia akan lebih cerah. Rasa kebersamaan yang kuat akan membentuk komunitas yang tangguh, mampu menghadapi berbagai permasalahan dengan solusi kolektif. Ketika setiap individu berperan aktif dan saling mendukung, kita tidak hanya akan membangun masyarakat yang lebih baik, tetapi juga memperkuat identitas bangsa yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai luhur. Mari kita jaga gotong royong demi generasi mendatang!.



Oleh: Nur Hasanah Hasibuan.

Lebih baru Lebih lama