Dari Sampah Jadi Berkah: Cerita Bank Sampah Pasie Nan Tigo
Di sebuah sudut Kota Padang, tepatnya di Kelurahan Pasie Nan Tigo, berdiri sebuah rumah sederhana yang tak pernah dibayangkan sebelumnya akan menjadi pusat perubahan sosial dan lingkungan. Rumah itu bukan rumah pejabat, bukan pula kantor perusahaan besar. Ia adalah tempat berkumpulnya semangat warga yang ingin mengubah sesuatu yang kotor dan dihindari menjadi sesuatu yang berharga bahkan Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, timbulan sampah yang terdapat di Kota Padang sebanyak mencapai 641 ton per harinya, masih menyisakan sampah yang tidak terkelola sebesar 62,8 ton atau 14 persennya, banyak ditemukan di muara sungai, bantaran pesisir pantai, serta ditempat-tempat yang dijadikan penumpukan sampah liar. Namun sampah bisa menjadi sesuatu yang bernilai, bermanfaat, dan bahkan menghasilkan. Inilah kisah inspiratif tentang bagaimana sebuah komunitas pesisir mengubah takdir lingkungannya melalui Bank Sampah Pasia Nan Tigo.
PEMBAHASAN
Bagi sebagian besar orang, sampah adalah hal menjijikkan, tak berguna, dan tak lebih dari sesuatu yang harus dibuang sejauh-jauhnya. Namun, di mata sebagian kecil warga Pasie Nan Tigo, terutama mereka yang berada di balik pendirian bank sampah ini, sampah adalah sumber daya. Sebuah peluang. Bahkan berkah, jika dikelola dengan baik. Perubahan cara pandang inilah yang menjadi fondasi dari gerakan sosial yang perlahan namun pasti mengubah wajah lingkungan mereka dari tempat yang kumuh dan penuh tumpukan limbah menjadi kawasan yang lebih bersih, hijau, dan bernilai ekonomis.
Transformasi ini tidak datang begitu saja. Ia lahir dari keresahan, berkembang melalui kerja keras, dan bertahan karena adanya kolaborasi. Salah satu tokoh penting di balik inisiatif ini adalah Ibu Muliyati, seorang warga yang tidak hanya peduli terhadap lingkungan, tetapi juga berani mengambil tindakan. Bersama dua rekannya, beliau mendirikan Bank Sampah Unit Pasie Nan Tigo dengan semangat sederhana: agar sampah tidak lagi menjadi masalah, tetapi menjadi solusi. Dari cerita yang beliau sampaikan, terlihat jelas bahwa perubahan ini bukan tentang siapa yang paling hebat, melainkan siapa yang paling peduli.
Kami, sekelompok mahasiswa dari UIN Syahada, tengah menjalani program magang di Kota Padang, mendapat kesempatan untuk menyaksikan langsung bagaimana bank sampah ini beroperasi. Pada hari Sabtu, 26 April 2025, kami datang dengan rasa ingin tahu yang besar. Lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal kami, hanya beberapa menit berjalan kaki menyusuri pesisir pantai. Sesampainya di sana, kami disambut dengan hangat oleh Ibu Muliyati, yang dengan senang hati menceritakan perjalanan panjang berdirinya bank sampah tersebut.
Menurut penuturan beliau, ide mendirikan bank sampah sudah mulai muncul sejak tahun 2018. Namun karena berbagai keterbatasan, Dan pada Senin (29/5/2023). Pemerintah Kota Padang meresmikan ‘Galeri Bank Sampah Pasie Nan Tigo’. Saat peresmian itu, Kelompok Bank Sampah Unit Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah sekaligus menerima bantuan senilai Rp200 juta dari PLN Sumatera Barat. Bank sampah ini berada persis di samping rumah beliau, menjadikannya sebagai pusat edukasi dan pengelolaan sampah masyarakat sekitar. Lingkungan yang dulunya penuh dengan tumpukan sampah plastik dan limbah rumah tangga, kini berubah menjadi tempat yang lebih tertata. Kehadiran bank sampah menjadi simbol dari perubahan itu sendiri.
Pada saat acara peresmian bank sampah ini Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, Mairizon menyampaikan bahwa sampah memang menjadi persoalan yang tak hanya dirasakan di Kota Padang. Dan Andaikan semua orang mengerti bahwa sampah ini jika diolah bisa menjadi 'emas'. Seperti yang dilakukan di sini (Bank Sampah Pasie Nan Tigo),” maka bukan hanya lingkungan yang aman dan bersih tapi juga bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Selain itu Pasie Nan Tigo sebagai daerah pesisir memiliki tantangan tersendiri dalam hal kebersihan lingkungan. Laut yang semestinya menjadi sumber kehidupan dan penghasilan, justru menjadi tempat pembuangan sampah. Banyak warga yang tanpa sadar atau bahkan sengaja membuang limbah ke tepi pantai, hingga laut tercemar. Kondisi ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengganggu kehidupan para nelayan. Ibu Muliyati bercerita bahwa banyak nelayan mengeluh jaring ikan mereka seringkali berat, bukan karena banyaknya tangkapan, tetapi karena jaring mereka penuh dengan sampah. Hal ini menjadi bukti nyata betapa mendesaknya permasalahan pengelolaan sampah di wilayah tersebut.
Dari keresahan itu, lahirlah aksi nyata. Ibu Muliyati dan para pegiat bank sampah tidak tinggal diam. Mereka mulai dengan langkah kecil: mengajak warga untuk memilah sampah. Konsep bank sampah ini sangat sederhana namun efektif. Warga membawa sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan botol ke bank sampah. Sampah itu kemudian ditimbang dan dicatat sebagai "tabungan". Uang yang didapat dari sampah ini menjadi insentif bagi warga untuk terus berpartisipasi. Mereka belajar bahwa sesuatu yang selama ini dibuang ternyata punya nilai.
Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Ketika pandemi COVID-19 melanda, aktivitas bank sampah sempat terhenti. Banyak kegiatan masyarakat dibatasi, dan bank sampah pun terkena dampaknya. Tapi semangat mereka tidak padam. Dalam keterbatasan itu, para pegiat mencari cara agar tetap bisa bermanfaat. Salah satu inovasi yang mereka lakukan adalah membuat masker kain. Masker-masker ini kemudian diuji oleh pihak kesehatan, dan setelah lolos uji, masker tersebut diproduksi lebih banyak dan dipasarkan. Dari sini, bank sampah tidak hanya berperan sebagai pengelola limbah, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi kreatif yang tanggap terhadap kondisi.
Selain memilah dan menabung sampah, para pegiat di bank sampah ini juga melakukan upaya pengolahan. Sampah-sampah yang terkumpul tidak sekadar dijual, tetapi diolah menjadi berbagai produk kerajinan. Dengan keterampilan yang diasah secara mandiri maupun melalui pelatihan, mereka mengubah plastik bekas menjadi tas, dompet, tempat minum, gantungan kunci, bros, hingga vas bunga yang menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Produk-produk ini tidak hanya dijual di pasar lokal, tetapi bahkan sudah menembus pasar luar negeri seperti Jepang dan Malaysia. Ini menjadi bukti bahwa kreativitas bisa lahir dari keterbatasan, dan nilai ekonomi bisa muncul dari sampah.
Salah satu bentuk dukungan yang sangat membantu keberlangsungan bank sampah ini datang dari PLN Unit Induk Wilayah Sumatera Barat melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Dengan dukungan ini, baik dalam bentuk sarana maupun pelatihan, para pegiat bank sampah semakin termotivasi. Tidak hanya itu, kerja sama juga terjalin dengan LSM Gugah Nurani Indonesia (GNI) yang turut memberi kontribusi besar dalam penguatan kapasitas organisasi dan jaringan pemasaran produk. Kombinasi antara swadaya masyarakat, dukungan pemerintah, dan kolaborasi dengan LSM menjadi fondasi kuat yang menjaga bank sampah ini tetap berjalan hingga hari ini.
Tentu, tidak semua warga langsung menerima ide ini dengan antusias. Ada tantangan besar dalam mengubah pola pikir masyarakat. Namun perlahan, melalui pendekatan persuasif dan bukti nyata manfaat bank sampah, warga mulai berpartisipasi. Kini, banyak keluarga yang rutin menyetorkan sampah mereka. Bahkan anak-anak pun mulai diajak memahami pentingnya menjaga kebersihan sejak dini. Lingkungan menjadi lebih bersih, udara lebih segar, dan laut pun perlahan bebas dari sampah.
Keberhasilan Bank Sampah Pasie Nan Tigo juga memberi dampak sosial yang signifikan. Banyak ibu rumah tangga yang kini memiliki penghasilan tambahan dari hasil kerajinan tangan. Mereka tidak lagi bergantung sepenuhnya pada penghasilan suami, dan secara perlahan bertransformasi menjadi pelaku UMKM yang mandiri. Kemandirian ini menjadi kekuatan tersendiri dalam mendorong perekonomian warga pesisir.
Ketika kami mengakhiri kunjungan sore itu, Ibu Muliyati menyampaikan harapan besarnya: menjadikan Pasia Nan Tigo sebagai kawasan “zero waste” — daerah bebas sampah. Sebuah cita-cita besar, namun bukan tidak mungkin tercapai. Apalagi, ketika kita melihat bahwa perubahan besar bisa dimulai dari satu rumah, dari satu komunitas kecil yang punya kepedulian. Kisah Bank Sampah Pasiae Nan Tigo mengajarkan kepada kami, para mahasiswa, bahwa perubahan tidak harus dimulai dari kebijakan besar atau teknologi canggih. Ia bisa lahir dari tangan-tangan warga biasa yang punya mimpi luar biasa.
Dari pengalaman ini, kami belajar banyak hal. Pertama, pentingnya kesadaran akan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, bahwa masyarakat memiliki peran besar dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan, bukan hanya menunggu aksi dari pemerintah. Dan yang ketiga, bahwa kreativitas dan semangat gotong royong adalah senjata utama dalam membangun ketahanan sosial dan ekonomi.
Kisah ini bukan sekadar cerita tentang pengelolaan sampah. Ini adalah kisah tentang harapan. Tentang bagaimana tumpukan sampah bisa menjadi simbol dari perubahan. Tentang bagaimana keberanian untuk bertindak bisa menghasilkan dampak yang jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Bank Sampah Pasie Nan Tigo adalah contoh nyata dari bagaimana kita bisa mengubah krisis menjadi peluang, dan masalah menjadi berkah.
PENUTUP
Dari kunjungan kami bukanlah akhir dari cerita. Justru, ini adalah awal dari kesadaran baru. Bahwa setiap dari kita bisa menjadi bagian dari perubahan. Mulai dari hal kecil, seperti memilah sampah di rumah, mengurangi penggunaan plastik, hingga mendukung produk ramah lingkungan. Karena ketika masyarakat bersatu dan bertindak, maka tidak ada hal yang mustahil. Dari Pasie Nan Tigo, lahirlah inspirasi. Dan dari sampah, lahirlah berkah.
Ditulis oleh: Nur Hasanah Hasibuan
DAFTAR PUSTAKA
Yasmine Ersya Aura, Collaborative Governance Dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan Pasia Nan Tigo, Jurnal Universitas Andalas, 2024,
Afifah Afifah, PELAKSANAAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN PT. PLN (PERSERO) UNIT INDUK DISTRIBUSI SUMATERA BARAT PADA USAHA KECIL BANK SAMPAH UNIT PASIE NAN TIGO KECAMATAN KOTO TANGAH KELURAHAN, Jurnal Universitas Andalas, 2024.
http://scholar.unand.ac.id/477067/7/fulltext-skripsi%20full.pdf
Mulyati, diwancarai Sabtu 26 April 2025, Pasie Nan Tigo, Kec.Koto Tangah, Padang, Sumatra Barat.
Dikutip dari: https://www.pasbana.com/2023/05/bank-sampah-pasie-nan-tigo-lahirkan-solusi-cerdas-atasi-persampahan-di-objek-wisata.html
https://infopublik.id/kategori/nusantara/745191/galeri-bank-sampah-pasie-nan-tigo-diresmikan-sampah-dijadikan-emas
Tags
MBKM